Selasa, 01 Oktober 2013

RASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER


RASIONAL 
by. Joko Prawito

Kehidupan dan peradaban manusia di awal milenium ketiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu umum, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu-ilmu terapan. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya krisis politik, ekonomi, ystem, yste, etnis, agama, golongan dan ras. Akibatnya, peranan serta efektivitas pendidikan di sekolah sebagai pemberi nilai terhadap kesejahteraan masyarakat dipertanyakan. Dengan asumsi jika pendidikan dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik.
Kenyataannya, seolah-olah pendidikan dianggap kurang memberikan kontribusi system itu. Setelah ditelusuri, pendidikan menghadapi beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan, pelajaran dengan muatan materi yang begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap lingkungan kehidupan sesungguhnya.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada pendidikan di sekolah, sebab pendidikan di sekolah bukanlah satu-satunya system yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus menerus. Kelemahan lain, materi pendidikan, termasuk bahan ajar akhlak, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik). Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam ystem motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua siswa.
Dalam kurikulum 1975, 1984, dan 1994, target yang harus dicapai (attainment target) dicantumkan dalam tujuan pembelajaran umum. Hal ini kurang ystem kejelasan tentang kemampuan yang harus dikembangkan. Atas dasar teori dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dipraktikkan di berbagai ystem seperti Singapura, Australia, Inggris, dan Amerika; juga didorong oleh visi, misi, dan system baru Pendidikan, maka penyusunan kurikulum Pendidikan kini perlu dilakukan dengan berbasis kompetensi dasar (basic competency).
Kurikulum pendidikan tahun 1994 juga lebih menekankan materi pokok dan lebih bersifat memaksakan target bahan ajar sehingga tingkat kemampuan peserta didik terabaikan. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip pendidikan yang menekankan pengembangan peserta didik lewat fenomena bakat, minat serta dukungan sumber daya lingkungan. Dalam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif. Kurang mengakomodasikan keragaman kebutuhan daerah. Meski secara nasional kebutuhan keberagamaan siswa pada dasarnya tidak berbeda. Dengan pertimbangan ini, maka sangat perlu disusun Program yang berbasis pada kompetensi dasar (basic competency) yang mencerminkan kebutuhan keberagamaan siswa. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan pengayaan pengetahuan (knowledge), ketrampilan(skill), nilai(value), dan perilaku(attitude) dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik) sesuai dengan 9 pilar karakter pelajar dalam kehidupan di masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar